Oleh: Roni Hariyanto Bhidju, S.Pd
Menjadi seorang guru tidak saja sebuah kebetulan apalagi dibarengi dengan kata coba-coba. Tetapi menjadi seorang guru harus dilandasi dengan tekad dan keteguhan hati untuk menjawab panggilan jiwa dalam menjalankan profesi. Hal ini bermaksud agar di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai seorang guru, ia tidak menjadikan peserta didik sebagai "Kelinci Percobaan" karena suatu kondisi kebetulan atau coba-coba.
Di zaman sekarang ini tidak jarang jika kita ingin berkata jujur, masih terdapat kondisi dimana guru belum yakin dengan suatu metode, strategi atau teknik yang turut mendukung peningkatan kompetensi dan karakter peserta didik di dalam proses pembelajaran, ditambah dengan minimnya kemauan guru melakukan refleksi untuk mengukur sekaligus mengetahui keberhasilan proses pembelajaran bersama peserta didik. Bahkan yang memilukan hati adalah jika sebuah aturan atau tata tertib di sekolah dibuat hanya diberlakukan bagi peserta didik dan guru hanya berperan sebagai pembuat aturan tanpa menjalankannya. Jika hal ini terjadi dan terus dibiarkan tanpa ada upaya memperbaiki maka slogan "guru digugu dan ditiru" hanya menjadi sebuah slogan tanpa makna.
Hal sederhana yang sering terjadi adalah sebagai guru, kita lalai dalam menerima kritikan dan merefleksi diri sebelum aturan itu diterapkan bagi siswa. Beberapa contoh yang ingin saya sampaikan disini seperti; (1) Kerapian. Dalam hal kerapian atau penampilan secara tidak sadar sebagai guru acap kali kita meminta siswa berpenampilan bersih dan menarik, bahkan dengan bangga kita mengambil sebuah gunting dan memangkas rambut peserta didik tanpa kita berpikir bahwa jika dibandingkan dengan rambut peserta didik, rambut kita sebagai guru masih lebih panjang; (2) Disiplin. Tentang kedisiplinan hal yang ingin saya uraikan dalam goresan ini adalah jam kehadiran di sekolah. Terkadang sebagai guru kita juga lalai dalam hal ini, yang berdampak pada pengurangan jam pelajaran di kelas. Lalu dengan lantang kita bertanya kepada peserta didik "Mengapa anda terlambat"?
"Guru digugu dan ditiru" memiliki makna yang dalam bagi kehidupan seorang guru. Landasan falsafah di balik slogan ini adalah bahwa sosok seorang guru dapat dipercaya dan ditiru sehingga menjadi teladan bagi peserta didiknya dan jauh dari pada itu menjadi panutan masyarakat. Dalam konteks sekolah, guru dipercaya karena diharpakan mampu menyampaikan pengetahuan, keterampilan dan contoh sikap yang bermanfaat bagi kehidupan peserta didiknya baik secara akademis maupun pribadi. Selain itu guru diharapkan bertingkahlaku sesuai dengan asas moral dan adat istiadat setempat serta menjunjung tinggi kode etik guru. Contoh sikap yang dapat ditunjukkan guru kepada peserta didik adalah disiplin waktu baik jam kehadiran maupun jam pulang sekolah. Melalui goresan ini saya ingin berbagi hal sederhana yang dapat dilakukan guru dalam upaya meningkatkan kedisiplinan peserta didik yaitu dengan memanfaatkan "Papan Absensi" Ini akan menjadi efektif apabila guru mampu berperan aktif dalam memberikan teladan.
Papan absensi untuk meningkatkan sikap disiplin peserta didik. Penggunaan papan absensi yang tepat akan berdampak pada hasil yang baik tergantung tujuan yang ingin dicapai. Disini yang ingin saya bagikan adalah bagaimana memanfaatka papan absensi yang tidak saja membantu guru secara cepat mengetahui kehadiran siswa tetapi juga mampu menciptakan kompetisi yang bernilai positif bagi peserta didik, dimana para murid akan berlomba-lomba untuk menjadi orang pertama yang hadir di kelas, selain itu dengan papan absensi peserta didik juga dilatih bersabar, antri menunggu jam pulang. Untuk mengetahui lebih jelas tentang cara membuat papan absensi, manfaat, dan cara penggunaan sobat pendidik bisa menyimak pada tampilan video di bawah ini!
Dengan memberikan teladan serta penggunaan papan absensi yang kreatif dan inovatif, sebagai seorang guru saya berkeyakinan hal ini akan berdampak positif bagi peserta didik dalam membetuk sikap disiplin.
Komentar
Posting Komentar